Cantik itu Luka

Cantik itu Luka


Ada seorang wanita bernama Angel yang menjalani hidup sebatang kara di sebuah rumah sederhana. Setiap hari, ia bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri.

Angel kehilangan orang tuanya sejak berusia 10 tahun. Mereka meninggal akibat penyakit serius, meninggalkan Angel tanpa orang tua ataupun saudara. Sejak saat itu, ia harus berjuang mencari makan dan bertahan hidup sendirian.

Tumbuh dalam kondisi seperti itu membuat Angel terbiasa hidup mandiri. Ia dikenal sebagai wanita yang rajin dan berhati baik, hingga banyak orang, termasuk para pria, mengagumi kecantikannya serta sifatnya yang luar biasa.

Namun, Angel kerap menolak berbagai perhatian maupun ajakan dari pria yang ingin menjalin hubungan dengannya. Ia selalu beralasan bahwa dirinya belum siap dan lebih memilih untuk tidak memiliki pasangan saat ini.

Angel ingin fokus membangun kehidupannya melalui kerja keras dan menciptakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Selain itu, ia juga takut mengalami rasa kehilangan atau disakiti, seperti yang ia alami ketika kehilangan orang tuanya.

Karena alasan tersebut, ia sering kali menolak lamaran atau ajakan pria untuk menjadi kekasih atau bahkan istri. Angel merasa rendah diri dan tidak percaya bahwa dirinya pantas memperoleh kasih dari pria yang kaya atau mapan. Baginya, status yatim piatu dan kehidupannya yang serba sulit sejak kecil membuat ia merasa tidak layak menerima cinta semacam itu. 

Ia merasa takut jika pasangan atau bahkan orang tua dari pria tersebut akan malu bila ia dijadikan menantu oleh pria itu.

Angel bekerja sehari-hari di sebuah hotel sebagai petugas kebersihan kamar. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat rajin dan disiplin dalam bekerja, sehingga banyak rekan kerjanya mengagumi kinerjanya. Mereka melihat Angel sebagai seseorang yang bertanggung jawab dan sangat berkomitmen dalam menjalankan tugasnya.

Angel tidak pernah bermalas-malasan. Bahkan di saat ia sedang kurang sehat, ia tetap masuk kerja dan selalu melaksanakan kewajibannya tanpa keluhan. Atas dedikasi tersebut, bosnya sering memberikan apresiasi karena ia adalah karyawan yang rajin dan tidak pernah menimbulkan masalah.

Suatu hari, seorang tamu datang dari luar kota dan menginap di hotel tersebut. Tamu yang bernama Lutfi itu memesan kamar VVIP dan menginginkan pelayanan khusus selama menginap untuk menyelesaikan urusan pekerjaannya. Ia berencana tinggal selama seminggu di hotel tersebut.

Karena Angel adalah karyawan yang sudah berpengalaman dan dikenal memiliki kerja yang baik, bosnya mempercayakan Angel untuk melayani kebutuhan Lutfi selama tamu tersebut menginap. Bos yakin bahwa Angel mampu memberikan pelayanan terbaik.

Saat bertugas, Angel menuju kamar VVIP untuk menemui Lutfi. Ia mengetuk pintu, dan tak lama kemudian pintu dibuka oleh Lutfi. Dengan senyum ramah, Angel berkata sambil sopan, "Permisi, Mas. Saya staf dari hotel ini. Jika ada sesuatu yang bisa saya bantu, jangan sungkan untuk memberitahu saya."

Lutfi yang melihat pelayanan Angel tersenyum merasa senang. Ia semakin terkesan ketika memperhatikan kecantikan Angel, sehingga yakin bahwa pelayanan di hotel tersebut benar-benar berkelas. Hal ini membuat Lutfi merasa betah dan senang melihat Angel yang melayaninya dengan sepenuh hati.

Karena kagum dengan pelayanan Angel, Lutfi yang baru pertama kali bertemu dengannya terus-menerus memencet bel untuk meminta bantuan Angel. Namun, suatu ketika, saat ia kembali menekan bel, yang datang bukan Angel. Hal tersebut membuat Lutfi merasa kecewa. Ia pun bertanya kepada pegawai hotel lainnya perihal keberadaan Angel yang tak lagi muncul melayani.

"Oh iya Mbak, saya mau tanya, perempuan yang kemarin itu ke mana ya? Kok nggak datang lagi melayani saya?" tanya Lutfi penasaran.

"Oh, Mbak Angel maksudnya? Dia beda shift, Mas. Hari ini dia libur. Ada yang bisa saya bantu? Nanti saya sampaikan ke dia," jawab pegawai hotel dengan ramah.

"Eh, nggak apa-apa kok, Mbak. Saya cuma nanya aja. Oh, Angel namanya ya?" balas Lutfi sambil sedikit malu-malu.

Beberapa waktu kemudian, saat Lutfi sedang berjalan-jalan tak jauh dari hotel tempat ia menginap, tiba-tiba ia seperti mengenali sosok seseorang. Ia melihat seorang wanita sedang mengepel lantai di sebuah rumah.

"Hah, kayaknya aku kenal deh sama wanita itu. Bukannya itu pegawai hotel yang kemarin?" pikir Lutfi dalam hati, merasa takjub dan penasaran.

Lutfi yang penasaran akhirnya mendekati seorang wanita yang ia duga sebagai Angel. Benar saja, itu memang Angel, yang sedang membersihkan rumah tetangganya. Ternyata Angel bekerja paruh waktu untuk mendapatkan penghasilan tambahan ketika libur dari pekerjaannya.

"Hei, kamu bukannya pegawai hotel tempat aku menginap, kan?" tanya Lutfi.

"Eh, iya, Mas. Maaf, ada apa ya, Mas?" jawab Angel sambil tersipu malu.

"Rumahmu di sini? Aku tadi tidak sengaja melihatmu waktu berjalan-jalan, jadi aku mampir ke sini," kata Lutfi dengan wajah senang.

"Iya, benar, Mas. Saya sedang bekerja di sini membersihkan rumah tetangga. Lumayan untuk uang tambahan," ujar Angel dengan penuh semangat.

Mendengar itu, Lutfi merasa malu pada dirinya sendiri. Sebagai anak dari keluarga kaya dengan banyak perusahaan dan bisnis, ia sering mengeluh. Namun, melihat semangat Angel yang bekerja tanpa rasa malu malah membuatnya kagum. Lutfi pun terdiam sejenak, melamun memikirkan ucapan Angel.

"Mas... Mas... kok malah melamun? Aku pamit dulu ya, kerjaanku sudah selesai. Aku mau pulang," kata Angel sambil meninggalkan Lutfi.

"Eh, tunggu dulu!" seru Lutfi yang merasa enggan membiarkan Angel pergi begitu saja. Akhirnya ia mengikuti Angel hingga sampai di rumah kecil nan sederhana milik Angel. Di sana, Angel berhenti dan berbalik.

"Mas, kok ngikutin saya? Mas maunya apa? Jangan macam-macam ya!" ujar Angel dengan nada ketakutan.

"Tidak, tidak, jangan salah paham dulu. Aku cuma belum selesai bicara tadi, tapi kamu sudah keburu pergi," jelas Lutfi sambil menenangkan Angel.

Setelah mendengar penjelasan Lutfi, Angel mulai mempercayainya dan mengajak Lutfi masuk ke rumahnya. Di dalam, mereka berbincang panjang lebar. Angel menceritakan kehidupannya serta masa lalunya yang sulit. Mendengar cerita itu, hati Lutfi terasa tersentuh dan ia merasa iba sekaligus kagum dengan perjuangan Angel.

Sejak saat itu, Lutfi merasa nyaman setiap kali bersama Angel. Ia kerap datang ke rumah Angel membawa berbagai makanan untuknya. Walaupun urusan bisnis di kota itu sudah selesai, Lutfi tetap sering mengunjungi Angel tanpa alasan lain selain ingin bertemu.

Namun, Angel merasa khawatir dan takut merepotkan Lutfi yang harus menempuh jarak jauh hanya untuk menemuinya. Ia meminta Lutfi untuk tidak terlalu sering datang ke rumahnya agar tidak mengganggu pekerjaan dan kesehariannya.

Meskipun begitu, Lutfi tetap bersikeras menemui Angel kapan saja ia memiliki kesempatan. Suatu saat, Lutfi memberanikan diri mengungkapkan perasaannya kepada Angel. Mendengar itu, Angel yang ternyata juga memiliki perasaan yang sama akhirnya menerimanya.

Hari-hari berlalu dengan kebahagiaan di antara mereka. Mereka semakin dekat dan akhirnya menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih. Lutfi pun memutuskan untuk membawa Angel ke kota dan memperkenalkannya kepada keluarganya.

Awalnya, Angel ragu dan sempat menolak ide Lutfi karena khawatir tidak diterima oleh keluarganya yang berasal dari kalangan terpandang. Namun, berkat bujukan Lutfi yang meyakinkannya bahwa keluarganya akan menerima siapa pun yang ia cintai, Angel pun luluh dan setuju untuk ikut.

Dalam perjalanan menuju rumah Lutfi, keraguan kembali menyerang Angel hingga ia sempat meminta untuk kembali ke rumahnya. Namun, Lutfi dengan sabar terus menenangkannya hingga membuat Angel kembali percaya diri.

Sesampainya di rumah keluarga Lutfi, Angel terkejut melihat betapa besar rumah tersebut dengan deretan mobil yang berjejer rapi di halaman. Kekayaan keluarga Lutfi membuatnya semakin merasa kecil hati. Meski demikian, keberadaan Lutfi di sisinya memberikan keberanian untuk melanjutkan langkah berikutnya: bertemu orang tua Lutfi dan menghadapi apa pun yang akan terjadi.

Angel merasa cemas luar biasa. Bayangan bertemu calon mertuanya yang kaya raya membuatnya ciut, terutama karena dirinya hanyalah seorang pegawai hotel sederhana dan seorang yatim piatu. Langkahnya gemetar saat memasuki rumah Lutfi dengan hati penuh kekhawatiran.

Lutfi menggandeng tangan Angel, membawanya masuk ke ruang tamu. Di sana, dari kejauhan, Angel sudah melihat banyak orang duduk, seolah menunggu kedatangannya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Kala Angel melangkah masuk dan mengucapkan salam pelan, semua orang menjawab, namun ia tak bisa mengabaikan suara-suara bisikan kecil yang semakin jelas terdengar. Bisikan itu seperti menusuk mentalnya—seakan mereka menggunjing tentang dirinya.

Tiba saat Angel duduk, mencoba menyembunyikan kegugupan dengan senyum tipis. Namun, seorang wanita paruh baya tiba-tiba menginterupsi suasana dengan nada lantang dan menggugat. Dengan suara tajam, ia berbicara kepada Angel, "Oh, jadi kamu ini? Pacar anak saya?"

Angel menelan ludah gugup dan menjawab, walau suaranya bergetar. "I-iya, Bu… Saya Angel… Pacarnya Lutfi." 

Suasana makin memanas. Bisikan cemoohan di ruangan itu semakin keras, berubah menjadi lontaran hinaan terang-terangan. Dengan nada sinis mereka menyebut Angel sebagai gadis kampungan, anak gembel yang berpakaian lusuh dan jauh dari kesan layak. Setiap kata semakin menusuk hati Angel; perasaannya remuk seketika.

Angel hanya bisa menundukkan kepala; tak ada dukungan yang datang dari Lutfi. Ia diam saja, membiarkan keluarganya menyerang sang kekasih tanpa memberikan pembelaan sedikit pun. Ketidakberdayaan itu membuat Angel menitikkan air mata. Rasa sakit mendengar hinaan itu hampir tak tertahankan.

Namun suasana menjadi lebih buruk ketika tiba-tiba seorang wanita muda nan cantik memasuki ruangan. Penampilannya serba modis dan tampak percaya diri. Tanpa ragu, ia memeluk Lutfi dari belakang dan memperkenalkan dirinya sebagai calon pasangan hidup yang telah dipilih oleh keluarga Lutfi. Angel tertegun; rasa kecewanya menjulang tinggi saat melihat Lutfi tak melakukan apa pun untuk menolak tindakan wanita itu.

Hati Angel hancur berkeping-keping. Ia bangkit dari kursi dengan air mata membanjiri pipinya, lalu berlari meninggalkan rumah Lutfi tanpa ingin mendengar apapun lagi. Lutfi sempat mengejarnya, memohon agar Angel mendengarkannya, tetapi semuanya sudah terlambat. Luka di hati Angel sudah terlalu dalam.

Begitu sampai di pinggir jalan, Angel menaiki taksi tanpa ragu-ragu untuk menjauh dari tempat yang membuatnya tersakiti itu. Rasa kecewa dan marah bercampur aduk saat menyadari Lutfi sama sekali tidak melarangnya pergi atau bahkan berusaha menyusulnya lebih jauh. Hal itu membuat Angel merasa dirinya benar-benar tak dihargai.

Kejadian tersebut menjadi pelajaran pahit untuk Angel. Ia bersumpah tidak akan pernah lagi membiarkan dirinya jatuh cinta dengan seseorang—terutama mereka yang berasal dari keluarga kaya—yang hanya memandang rendah dirinya karena latar belakang sederhananya. Baginya, harga diri jauh lebih penting daripada cinta tanpa penghargaan.
Load comments