Siluman Lutung
Cerpen MisteriDi masa lampau, sebuah peristiwa mengejutkan menggemparkan para warga di sebuah desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Desa yang biasanya tenang itu tiba-tiba dihebohkan dengan kedatangan makhluk asing, seekor hewan lutung yang kehadirannya membuat kepanikan melanda pelosok desa.
Kisah ini bermula pada suatu malam kelam, ketika lutung tersebut menyelinap masuk ke desa. Tanpa alasan yang jelas, hewan misterius itu merusak rumah-rumah penduduk, mengacak-ngacak perabotan seolah mencari sesuatu. Yang membuat situasi semakin mencekam adalah penampakan lutung tersebut; matanya merah menyala dan konon dari mulutnya terdengar suara seperti ucapan manusia. Hal ini membuat warga terheran-heran sekaligus ketakutan.
Kehadiran lutung itu yang di luar kebiasaan hewan biasa memicu kepanikan massal. Sebagian warga lari mencari perlindungan, tak berani keluar rumah karena khawatir menjadi sasaran gangguan hewan tersebut. Awalnya, hanya satu ekor lutung yang menyebabkan kekacauan itu, tetapi keesokan harinya ia kembali, kali ini membawa teman-temannya. Jumlah lutung yang bertambah semakin membuat desa tersebut kacau balau. Warga mulai meyakini ini bukan sekadar kawanan lutung—mereka menduga apa yang mereka hadapi adalah sosok siluman dalam rupa seekor lutung.
Hewan-hewan ini tidak hanya sekadar merusak rumah penduduk, tetapi juga menimbulkan keresahan yang lebih besar. Anak-anak menjadi target utama gangguan mereka, hingga akhirnya tersiar desas-desus mengerikan: lutung-lutung ini datang untuk mencari janin dan bayi yang baru lahir. Konon, kebaruan jiwa bayi dipercaya dapat memberikan kekuatan mistis kepada siluman dan bahkan mengubah bentuknya menjadi menyerupai manusia.
Berita ini membuat para warga, terutama para ibu hamil dan orang tua bayi, hidup dalam ketegangan luar biasa. Mereka khawatir lutung-lutung itu akan menyelinap diam-diam dan menculik anak-anak mereka. Dalam tekanan tersebut, seluruh desa memutuskan untuk mencari cara menghentikan teror ini. Mereka sepakat untuk memanggil seorang dukun atau orang pintar, dengan harapan dapat menyingkirkan para lutung misterius yang terus menghancurkan kedamaian desa.
Apa yang sesungguhnya terjadi di balik kehebohan ini masih tetap menjadi misteri, tetapi kisah tentang siluman lutung ini terus diceritakan dari generasi ke generasi sebagai pengingat akan malam-malam mencekam yang pernah mengguncang desa terpencil itu.
Ketegangan melingkupi sebuah desa kecil di mana para penduduknya hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Semua bermula ketika seekor lutung yang diduga memiliki kekuatan supranatural mulai membuat kekacauan. Warga berupaya mencari pertolongan dengan membawa orang-orang pintar untuk mengusir lutung tersebut, namun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Bukannya berhasil, lutung itu malah menunjukkan kekuatannya, mengalahkan dan bahkan mencelakai mereka yang mencoba menaklukannya. Keadaan semakin memburuk saat lutung mulai merasa terganggu dan melampiaskan amarahnya pada penduduk desa.
Puncaknya terjadi pada malam penuh horor ketika seorang ibu hamil dan suaminya keluar rumah untuk buang air ke tempat pemandian umum yang berada di luar. Dalam perjalanan, mereka disergap oleh dua ekor lutung yang dengan brutal menyerang sang suami hingga wajahnya tidak lagi dikenali. Lutung tersebut kemudian menyeret si ibu yang tengah mengandung. Dengan kejam, ia merenggut nyawa sang ibu sekaligus mengambil janin dari rahimnya, meninggalkan tubuh sang ibu terkulai kaku tanpa sedikitpun belas kasihan.
Keesokan paginya, seorang petani menemukan jasad mereka saat hendak pergi ke ladang. Ia lantas berteriak meminta pertolongan, mengundang warga lain untuk datang ke lokasi. Kepanikan melanda desa saat mayat-mayat tersebut ditemukan dalam kondisi mengenaskan—tak satu pun yang langsung mengenali mereka karena luka-luka parah yang dialami sang suami. Namun akhirnya, seorang keluarga korban mengenali jasad dari pakaian yang dikenakan salah satu dari mereka.
Keributan segera membawa masalah ini ke hadapan kepala desa. Para warga yakin bahwa penyerangan ini adalah ulah lutung yang telah lama membuat khawatir. Luka cakaran yang ditemukan di tubuh para korban semakin memperkuat dugaan ini. Namun, kepala desa bersikeras untuk tidak bertindak gegabah. Ia khawatir warga yang bertindak sembarangan justru akan memicu serangan lebih besar dan mendatangkan lebih banyak korban.
Demi keselamatan bersama, kepala desa menginstruksikan warga untuk tetap tinggal di rumah masing-masing, terutama saat malam hari. Suami-suami pun tidak lagi berani meninggalkan keluarganya tanpa pengawasan. Seluruh desa seakan lumpuh oleh ketakutan akan teror lutung ini.
Hingga suatu hari, seorang warga mengusulkan nama Jaki, seorang ustad yang terkenal memiliki kemampuan menangani makhluk halus. Dengan harapan mengakhiri penderitaan desa, kepala desa memutuskan untuk memanggilnya. Jaki pun diutus untuk datang dan menghadapi ancaman mistis yang telah mencengkeram desa dalam ketakutan selama ini.
Mungkinkah kehadiran Jaki akan mengakhiri kekejaman sang lutung? Masyarakat hanya bisa berharap bahwa cahaya penyelamatan akan segera tiba di tengah kegelapan yang melanda desa mereka.
Ustad Jaki segera tiba di desa tersebut tanpa menunggu waktu lama. Tanpa melibatkan banyak penduduk desa untuk melawan lutung jadi-jadian yang telah membuat keresahan besar—bahkan menyebabkan jatuhnya korban jiwa—ia memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri. Di sore hari, Ustad Jaki memilih sebuah lokasi strategis di desa untuk memancing lutung itu ke perangkap yang telah disiapkannya.
Diketahui bahwa lutung jadi-jadian kerap melewati tempat tersebut untuk mencari korban sebelum melancarkan aksinya. Sesuai rencana, Ustad Jaki menebar darah hewan di tempat itu untuk memikat lutung. Begitu bau darah tercium, lutung segera mendekati area tersebut, tanpa menyadari bahwa itu adalah perangkap yang sengaja disiapkan.
Saat lutung mulai mendekati dan mencoba mengonsumsi darah segar tersebut, barulah ia menyadari bahwa dirinya sedang dijebak. Darah yang tersebar bukanlah darah manusia, melainkan darah hewan. Tidak lama kemudian, sekumpulan lutung lainnya muncul, termasuk sang pemimpin mereka, karena mengetahui kehadiran Ustad Jaki yang berani melawan mereka. Para lutung langsung menyerang dengan mengeroyok sang ustad.
Namun hebatnya, Ustad Jaki tetap tak terluka sedikit pun. Dengan kemampuannya, ia mampu menghalau serangan mereka. Semua lutung merasa kepanasan dan tidak berdaya saat menghadapi kekuatan Ustad Jaki. Amarah memuncak ketika pemimpin lutung tersebut—yang dianggap sebagai rajanya—datang dan merasa terganggu oleh kehadiran ustad itu. Sang raja lutung memperingatkan Ustad Jaki, seolah-olah sang ustad telah melakukan suatu pelanggaran besar yang membuat mereka geram dan ingin membunuhnya.
Ketika sang raja lutung hendak mendekati dan menyerang langsung, Ustad Jaki melantunkan doa serta ilmu yang ia kuasai. Hal ini membuat para lutung semakin ketakutan dan kesakitan. Mereka bahkan mulai mengucapkan kata-kata kasar dan mengancam ustad itu, menyatakan bahwa jika ia terus melafalkan doanya, warga desa akan dijadikan korban balas dendam. Namun Ustad Jaki tetap teguh dan tidak menggubris ancaman-ancaman tersebut. Ia yakin itu hanyalah gertakan iblis yang terusik karena kehadirannya.
Doa-doa yang dipanjatkan Ustad Jaki semakin membuat para lutung tak tahan. Banyak dari mereka melarikan diri entah ke mana, sementara beberapa lainnya berubah menjadi abu di tempat itu. Pada akhirnya, ancaman dari para lutung jadi-jadian sepenuhnya berakhir. Warga desa merasa lega dan bersyukur setelah mengetahui bahwa desa mereka telah terbebas dari gangguan makhluk halus itu.
Setelah kejadian tersebut, kehidupan di desa kembali normal seperti sediakala. Penduduk tidak lagi merasa takut untuk keluar rumah atau menjalankan aktivitas sehari-hari. Sebelum meninggalkan desa, Ustad Jaki berpesan kepada seluruh warga agar senantiasa menjalankan ibadah dengan baik sebagai perlindungan dari gangguan makhluk halus atau iblis yang bisa datang kapan saja. Pesan itu menjadi pengingat penting bagi semua warga untuk menjaga harmoni dengan kekuatan spiritual dalam kehidupan mereka.
