Sakit hati Berujung Guna- Guna
Cerpen MisteriDahulu, ada sebuah cerita tentang seorang pria pendiam bernama Rohman. Ia lahir di keluarga yang berada, tetapi kerap menjadi korban perundungan sepanjang hidupnya. Kepribadiannya yang pendiam serta penampilannya yang terkesan culun dan dianggap bodoh, terutama di mata para wanita, sering menjadi bahan olokan.
Karena kekurangannya, Rohman kerap di-bully oleh teman-teman sebayanya di lingkungan sekitar. Meski sering dijatuhi mentalnya, anehnya banyak orang tetap membutuhkan kehadirannya. Orang-orang yang menghina dia pada akhirnya justru memanfaatkannya. Sebagai anak dari keluarga yang sangat kaya, Rohman memiliki banyak uang, yang menjadi salah satu alasan orang-orang mendekatinya demi keuntungan pribadi.
Dari berbagai perundungan yang ia alami, Rohman merasa bahwa sebagian besar teman, bahkan wanita-wanita yang hadir dalam hidupnya, hanya mendekatinya demi uang. Ia sadar, kehadiran mereka tidak didasari niat tulus untuk bersahabat dengannya. Tiap harinya terasa penuh kepalsuan, di mana orang-orang bisa bersikap baik dan kemudian berubah menjadi jahat sewaktu-waktu.
Menapaki usia dewasa, Rohman mulai berpikir bahwa ia sudah cukup matang untuk bekerja dan membangun hidup mandiri. Ia juga berkeinginan menemukan seseorang yang tulus menyayanginya tanpa memandang harta. Banyak wanita datang menghampirinya, tetapi nyatanya mereka semua hanya tertarik pada hartanya dan bukan pada dirinya sebagai pribadi.
Suatu ketika, Rohman memutuskan untuk mencari kehidupan baru dan bekerja di luar kota. Pekerjaan tersebut mengharuskannya tinggal dalam waktu cukup lama di sebuah kota baru. Demi kenyamanan selama beberapa bulan menetap di sana, ia mulai mencari tempat tinggal untuk dijadikan tempat istirahat sekaligus menuntaskan pekerjaannya dalam bidang bisnis.
Pada suatu hari, Rohman mendapati dirinya terpikat oleh pesona seorang wanita yang menurutnya begitu cantik. Wanita itu sekilas melintas di depan rumahnya, membuat Rohman hanya bisa mengagumi dari kejauhan tanpa berani mengambil langkah lebih jauh. Beberapa hari berselang, tak disangka, ia bertemu kembali dengan wanita tersebut—kali ini di tempat kerjanya.
Rohman yang dipenuhi rasa penasaran segera menanyakan identitas wanita itu kepada salah satu bawahannya. “Riski, kamu kenal nggak sama cewek itu? Apa dia kerja di sini?” tanya Rohman.
Bawahannya menjawab sambil menyunggingkan senyum kecil, “Oh, iya Bos. Dia kerja di sini menggantikan orang tuanya yang sedang sakit. Namanya Wati. Dia karyawan paling rajin di tempat ini.”
Mendengar penjelasan bawahannya, Rohman merasa terkejut dan senang sekaligus mengetahui bahwa wanita yang selama ini ia kagumi ternyata tidak lain adalah karyawannya sendiri. Mulai saat itu, motivasi Rohman untuk datang ke kantor meningkat tajam, hanya demi melihat Wati dari kejauhan. Namun, ada satu tantangan besar bagi Rohman; ia adalah pria pendiam dan pemalu, terjebak dalam ketakutan bahwa mencoba mendekati Wati hanya akan memberikan kesan salah atau membuatnya terlihat memanfaatkan posisinya sebagai bos.
Kebiasaan Rohman yang sering mencuri pandang pada Wati pun ternyata menarik perhatian bawahannya. Menyadari bahwa bosnya benar-benar tertarik pada Wati tetapi terlalu takut untuk mengambil langkah pertama, sang bawahan merancang rencana sederhana untuk memperkenalkan mereka. Saat pekerjaan hari itu selesai, bawahan Rohman meminta Wati datang ke ruangannya dengan alasan tertentu.
Awalnya Wati menolak ketika ia tahu sang bos ingin bertemu dengannya. Ia merasa cemas dan tidak percaya diri, khawatir ada kesalahpahaman karena status dirinya sebagai seorang karyawan biasa.
Namun, dengan bujukan penuh keyakinan dari bawahan tadi, Wati akhirnya setuju untuk bertemu Rohman dalam sebuah pertemuan di tempat makan malam itu. Malam pertemuan tersebut menjadi momen yang mendebarkan bagi Rohman. Ditemani bawahannya, ia tak mampu menyembunyikan kegugupan—wajahnya tampak tegang dan tangannya gemetar.
Wati pun datang tepat waktu. Duduk di samping Rohman dengan penuh sopan santun, ia memperkenalkan diri dan menjabat tangan pria itu. Meski sama-sama diliputi rasa malu, senyuman kecil tersungging dari keduanya. Percakapan berjalan pelan tapi hangat berkat peran sang bawahan yang lihai mencairkan suasana.
Setelah pertemuan singkat itu usai dan Wati diantar pulang dengan selamat, Rohman merasa pikirannya terus dipenuhi bayang-bayang wanita pujaannya. Semakin ia mengenal Wati, semakin kuat pula keinginannya untuk mendapatkan hati gadis itu. Rasa sukanya justru memberinya motivasi baru; ia mulai berusaha memperbaiki diri, baik dari cara bersikap maupun penampilan fisik.
Bagi Rohman, langkah kecil malam itu hanya awal dari sebuah perjalanan panjang demi mendapatkan hati Wati—wanita sederhana yang telah membuatnya jatuh hati sejak pertama kali bersua. Ia tahu, segala usaha yang dilakukan harus tulus dan penuh kesungguhan agar hubungan mereka bisa berkembang menjadi sesuatu yang berarti lebih dari sekadar rasa kagum semata.
Rohman, yang biasanya tampil sederhana dan konservatif, akhirnya memutuskan untuk mengubah penampilannya demi menarik perhatian Wati. Ia meminta bantuan salah satu bawahannya untuk membawanya ke salon guna membarui gaya penampilannya. Transformasi ini membuat Rohman tampil lebih gagah dan tampak modern. Bahkan, ia mulai belajar untuk lebih percaya diri, termasuk keberanian mendekati Wati agar dapat memberitahukan perasaannya dan mencoba mendekatkan hubungan mereka.
Keesokan paginya, saat Rohman masuk kantor dengan penampilan barunya, banyak karyawan yang merasa terkejut. Sang bos, yang sebelumnya dikenal pendiam dan biasa saja, kini berubah menjadi sosok yang tampan dan menarik. Banyak karyawan, terutama para wanita, memujinya dan menunjukkan kekaguman atas perubahan yang signifikan ini.
Namun, di sisi lain, Wati justru merasa bimbang ketika melihat perubahan pada diri Rohman. Ia terkejut melihat penampilan barunya dan sempat berpikir apakah Rohman benar-benar berubah atau hanya ingin mencari perhatian dari para karyawan. Ketika melihat begitu banyak rekan kerja wanita yang terang-terangan mengagumi Rohman, Wati mulai merasa tidak nyaman. Ia pun memilih untuk menjauh agar tidak terlalu sering bertemu dengan Rohman. Dalam pikirannya, ia merasa bahwa dirinya tidak cocok untuk memiliki hubungan khusus dengan bosnya itu.
Di balik sikap menjaga jarak tersebut, Wati sebenarnya menyimpan perasaan terhadap Rohman sejak awal pertemuan mereka. Bahkan, ia sering merasa cemburu melihat perhatian yang diberikan karyawan lain kepada Rohman. Namun, rasa minder dan keyakinan bahwa ia hanyalah seorang karyawan biasa membuatnya terus mengabaikan perasaan itu dan memilih menjauh.
Rohman yang menyadari perubahan sikap Wati pun merasa bingung. Ia bertanya-tanya, apakah dirinya telah melakukan kesalahan hingga membuat Wati bersikap seperti itu. Akhirnya, dengan mengumpulkan keberanian, Rohman memutuskan untuk menemui Wati demi mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Namun, setiap kali mereka tak sengaja bertemu, Wati selalu terlihat gugup dan berusaha menghindar.
"Wati, bolehkah kita berbicara sebentar?" tanya Rohman saat sebuah kesempatan muncul.
"Maaf, Pak. Saya sedang bekerja," balas Wati dengan gugup.
"Ah, tidak apa-apa. Saya bos di sini, siapa juga yang akan memarahi kamu? Sebentar saja," ujar Rohman dengan nada mencoba tenang meski dirinya juga masih gelisah.
Akhirnya, mereka berbicara di salah satu ruangan di kantor. Rohman dengan hati-hati bertanya apakah dirinya pernah melakukan sesuatu yang membuat Wati kecewa atau tidak nyaman. Mendengar pertanyaan itu, Wati menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak merasa dikecewakan oleh Rohman. Ia hanya merasa malu dan sadar diri bahwa ia hanyalah seorang karyawan biasa dan wanita sederhana yang tidak mungkin memiliki persahabatan apalagi hubungan istimewa dengan bosnya.
Penjelasan Wati membuat Rohman semakin memahami apa yang dirasakan wanita itu selama ini. Meski situasi tersebut terasa sulit, perbincangan itu setidaknya membuka jalan untuk hubungan yang lebih baik antara keduanya di masa depan.
Sejak mengetahui alasan di balik perilaku Wati, Pak Rohman berusaha meyakinkannya untuk tidak lagi merasa minder atau menjauhi dirinya. Rohman menegaskan bahwa ia tidak pernah memandang seseorang dari status, apakah miskin atau kaya. Bahkan, ia dengan jujur mengungkapkan bahwa dirinya telah mengagumi Wati sejak pertama kali mereka bertemu di tempat kerja. Mendengar pengakuan itu, Wati hanya bisa tersipu malu dengan wajahnya yang memerah, merasa bahwa apa yang dirasakan oleh Rohman mungkin sama dengan apa yang ada di dalam hatinya.
Namun, Wati tidak langsung memberikan jawaban karena rasa malu dan keraguan terhadap ucapan Rohman. Ia segera berpamitan untuk kembali bekerja. Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin akrab. Kebersamaan yang tercipta perlahan membawa keduanya memasuki hubungan yang lebih istimewa. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berjalan berdua, dan menjalani hari-hari penuh kebahagiaan.
Sayangnya, hubungan ini tidak berjalan mulus ketika tercium oleh ibu Wati. Sang ibu, yang dikenal memiliki sifat materialistis dan egois, segera menyelidiki siapa sosok Rohman. Begitu mengetahui bahwa pria tersebut adalah seorang bos kaya tempat Wati bekerja, ibunya langsung memikirkan cara untuk memanfaatkan situasi ini demi keuntungan pribadi. Dengan tujuan itu, ibunya menemui Rohman dan mendesaknya untuk tidak lagi berhubungan dengan Wati.
Wati, yang memahami sifat ibunya sejak kecil, hanya bisa diam tanpa sanggup melawan keputusan tersebut. Ia tahu benar bagaimana ibunya lebih memprioritaskan keuntungan finansial dibandingkan kebahagiaan anaknya. Namun, Rohman tidak tinggal diam. Ia meminta penjelasan mengenai alasan ibunya melarang hubungan mereka. Sang ibu kemudian mengungkap bahwa Wati telah dijodohkan dengan seorang pengusaha kaya lain yang dinilai mampu memberikan keuntungan materi lebih besar.
Mendengar hal ini, Rohman dengan tegas menantang pendapat ibunya. Ia bahkan menawarkan apapun yang diinginkan sang ibu selama ia diizinkan menjalin hubungan dengan Wati. Dihadapkan pada tawaran tersebut, ibu Wati yang tak kuasa menolak godaan harta langsung mengizinkan mereka untuk melanjutkan hubungan.
Kebahagiaan Wati dan Rohman pun terus berlanjut hingga suatu hari kabar buruk datang. Orang tua Rohman jatuh sakit dan dirinya harus segera kembali ke kampung halaman untuk merawat mereka. Meski berat hati, Wati mencoba mengerti dan mengizinkan Rohman pergi sementara waktu dengan janji bahwa ia akan kembali secepat mungkin.
Namun kepergian Rohman terasa sangat lama. Waktu terus berlalu hingga tiga bulan berlalu tanpa kabar darinya. Rasa rindu dan keraguan mulai merundung hati Wati. Ia mulai bertanya-tanya, apakah Rohman benar-benar meninggalkannya? Atau semua janji yang pernah diucapkan hanyalah kebohongan?
Di tengah kesedihan Wati menanti kabar dari Rohman, ibunya kembali mengambil kendali atas hidupnya dengan mencarikannya seorang pria kaya raya. Tujuannya jelas—agar keuntungan finansial terus ia dapatkan melalui anaknya. Merasa patah hati dan seperti ditinggalkan tanpa kejelasan, Wati perlahan mulai menerima nasib dan mencoba melupakan Rohman. Pada akhirnya, ia diperkenalkan kepada pria kaya pilihan ibunya dan sepakat untuk dijodohkan serta menikah dengannya.
Kisah Wati dan Rohman menjadi gambaran bagaimana cinta sering kali diuji oleh berbagai tantangan, baik dari materi maupun keegoisan pihak lain. Namun, apakah semuanya selesai begitu saja? Hanya waktu yang mampu menjawab apakah cinta mereka benar-benar harus berakhir atau mungkin masih ada ruang untuk harapan baru muncul kembali.
Wati merasa terpaksa dan kecewa ketika akhirnya menyetujui perjodohan yang diatur oleh ibunya. Namun, keesokan harinya, Rohman tiba-tiba mendatangi tempat kerja Wati untuk menemuinya. Betapa terkejutnya dia saat tidak menemukan Wati di sana, meskipun ia yakin Wati bekerja di tempat itu. Berpikir Wati mungkin sedang izin, Rohman memutuskan untuk langsung pergi ke rumahnya.
Ketika mendekati rumah Wati, Rohman justru melihat pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan: keramaian pesta lengkap dengan janur kuning, pertanda sebuah acara pernikahan sedang berlangsung. Perasaan Rohman hancur seketika ketika ia menyadari bahwa mempelai wanita di pesta itu adalah Wati, wanita yang masih ia anggap sebagai kekasihnya. Dengan langkah tergesa, ia menghampiri Wati dan, tanpa bisa menahan emosinya, bertanya mengapa wanita itu tega menikah dengan pria lain. Perasaan sakit hati dan bingung menyelimuti Rohman saat ia melontarkan pertanyaan yang mengguncang, "Kenapa kamu tega ninggalin aku? Kenapa menikah dengan orang lain? Apa salahku? Aku datang jauh-jauh untuk menemuimu, berniat menikahimu… tapi sekarang kamu menikah tanpa memberitahuku."
Sayangnya, pertemuan mereka berujung pada konflik. Wati, yang terkejut dengan kehadiran Rohman, justru merespons dengan kemarahan. Ia merasa Rohman tidak memiliki hak untuk mempermasalahkan keputusannya. Menurutnya, Rohman telah lebih dulu menghancurkan hubungan mereka dengan meninggalkannya tanpa kabar. Ia bahkan menuduh Rohman hanya memberikan harapan kosong selama ini. Ketegangan memuncak ketika Wati meminta Rohman segera pergi dari rumahnya.
Rohman pun pergi dengan hati yang terluka dalam. Rasa sakit semakin bertambah ketika keluarga Wati juga memperlakukannya dengan dingin, mengusirnya tanpa memberikan ruang untuk menjelaskan perasaannya. Di tengah rasa sakit yang membara, tumbuh pula dendam dalam hati Rohman. Ia merasa dikhianati oleh seseorang yang begitu ia sayang.
Namun, setelah Rohman berlalu, penyesalan mulai menghantui Wati. Meskipun ia percaya bahwa keputusannya sudah tepat berdasarkan keadaan sebelumnya, ada bagian dari dirinya yang menyadari bahwa Rohman mungkin pernah memiliki niat baik untuk memperjuangkan hubungan mereka. Meski demikian, semuanya sudah terlambat. Penyesalan itu terasa menyakitkan, tetapi Wati tahu bahwa apa yang sudah terjadi tidak mungkin diubah lagi. Ia hanya bisa pasrah menjalani kehidupan barunya, membawa serta kenangan yang tak akan pernah benar-benar hilang.
Rohman akhirnya memutuskan untuk kembali ke kotanya dan meninggalkan bisnis yang selama ini ia jalani di tempat tersebut. Setelah membereskan semua barang-barangnya, ia segera berkemas untuk kembali dengan tekad dalam pikirannya: mencari seseorang yang mampu membalaskan dendam atas apa yang telah ia rasakan. Ia bersumpah bahwa dirinya siap membayar berapa pun demi menghilangkan sakit hatinya.
Tidak lama berselang, Rohman diperkenalkan dengan seorang dukun yang terkenal ampuh di kalangannya. Tanpa ragu, ia menemui dukun tersebut dengan niat membalas dendam kepada mantan kekasihnya, Wati. Perasaan sakit hati dan kecewa yang mendalam membuat Rohman meminta agar Wati dibuat menderita dan menyesal seumur hidupnya melalui guna-guna yang dimintanya.
Pengaruh dari hal itu pun mulai dirasakan oleh Wati. Dalam waktu singkat, ia mengalami kejadian-kejadian aneh setiap harinya. Kondisinya makin memburuk hingga suaminya menceraikannya, karena Wati kerap menangis tanpa alasan dan sering terlihat berbicara sendiri, membuat suaminya takut dan mengira bahwa Wati mengalami gangguan jiwa. Setelah perceraian, Wati kembali tinggal bersama ibunya.
Ibunya pun merasa bingung dan sedih, karena berbagai upaya untuk menyembuhkan Wati tidak membuahkan hasil. Bukannya membaik, kondisi Wati semakin memprihatinkan. Tubuhnya menjadi sangat kurus dan tak berdaya. Sang ibu mulai merasa bersalah terhadap anaknya, meskipun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Di sisi lain, Rohman merasa puas dan lega melihat penderitaan Wati. Setelah itu, ia menjalani hidup seperti biasa, mencoba melupakan masa lalunya dan menghindari jatuh cinta lagi. Bahkan, gagasan untuk menikah pun tak pernah terlintas di benaknya lagi sejak kejadian tersebut.
