Antara teman dan Kasih
PercintaanAda dua orang remaja yang tengah diliputi oleh kegembiraan, menikmati masa-masa bermain sambil mencari jati diri. Namun, dalam hubungan pertemanan mereka, tampak adanya perbedaan rasa dalam cara masing-masing memandang persahabatan tersebut. Salah satu merasa nyaman bersama temannya, sementara yang lain merasakan kehangatan perhatian seperti yang diberikan oleh keluarga.
Kedua remaja itu bernama Yuli dan Adit. Persahabatan mereka telah terjalin sejak masa kecil hingga dewasa. Bahkan sejak mereka masih bayi, ibu masing-masing sering kali mengarahkan agar keduanya berteman, bahkan ada niatan untuk menjodohkan mereka di masa depan. Benar saja, saat Yuli dan Adit berusia tiga tahun, mereka sudah menjadi teman baik meskipun sesekali tak terhindar dari pertengkaran kecil dalam hubungan mereka.
Yuli sebagai anak perempuan tentunya memiliki cara bermain dan keinginan yang berbeda dibandingkan Adit, seorang anak laki-laki yang memiliki ciri khasnya sendiri. Perbedaan tersebut sering kali mereka hadapi dengan saling mengalah, hingga akhirnya keduanya merasa nyaman satu sama lain meskipun sempat melalui masa kecil penuh pertengkaran kecil.
Persahabatan antara Yuli dan Adit terus berlanjut hingga mereka menginjak masa remaja. Di masa kecilnya, Yuli dikenal cerewet sedangkan Adit lebih pendiam. Sikap Yuli yang tegas sering kali membuat Adit merasa dilindungi dan diperhatikan, sesuatu yang jarang ia dapatkan dari keluarganya. Sebagai anak semata wayang, Adit kerap merasa kurang perhatian, terutama jika ia melakukan kesalahan. Kehadiran Yuli seolah-olah menghadirkan sosok kakak perempuan yang selalu melindungi, menegur, dan memberinya nasihat ketika ia berbuat salah.
Meski begitu, perhatian Yuli tidak pernah membuat Adit merasa terganggu atau jengkel. Sebaliknya, Adit justru merasa senang dan nyaman berada di dekat Yuli. Ia merasakan kehadiran seseorang yang selalu berpihak padanya dan melindunginya saat ia membutuhkan dukungan. Yuli menjadi sosok spesial bagi Adit, yang membuatnya merasa memiliki seseorang yang selalu ada untuknya, sesuatu yang tidak ia temukan dalam keluarganya. Hal ini akhirnya membuat Adit menyukai Yuli karena tingkah laku dan perhatian yang tulus itu.
Yuli menjalani kehidupan yang berbeda dengan banyak anak lainnya. Sejak kecil, ia tidak pernah merasakan kehadiran seorang ayah karena ayahnya meninggal dunia akibat sakit saat Yuli masih berada dalam kandungan. Kehilangan ini membentuk kehidupannya, membuatnya merasa aman dan nyaman saat berada dekat dengan Adit—seseorang yang sering kali menjadi tempat Yuli mencari sosok laki-laki yang dibutuhkannya dalam hidup.
Persahabatan mereka berlangsung hingga usia remaja, bahkan memasuki fase kedewasaan. Dengan hubungan yang cukup lama, masing-masing dari mereka mulai memiliki pemikiran dan perasaan yang berbeda. Di satu sisi, Yuli merasa cocok dan nyaman dengan Adit, bahkan ingin memiliki hubungan yang lebih dari sekadar teman. Namun, perasaan Adit terhadap Yuli berbeda; ia hanya melihat Yuli sebagai seorang kakak perempuan yang selalu menjaga dan mengarahkan langkahnya, seperti keluarga.
Perbedaan pandangan tersebut akhirnya menimbulkan keretakan dalam persahabatan mereka. Keadaan ini pun diketahui oleh orang tua mereka, hingga melibatkan kedua keluarga dan memicu ketegangan di antara mereka. Masalah antara Yuli dan Adit semakin rumit karena ulah para orang tua yang salah memahami situasi, sehingga perdebatan dan pertikaian terjadi. Hal ini bermula dari anak-anak mereka yang mencoba berbagi cerita tanpa sepenuhnya memahami dampak dari keluhan mereka.
Kejadian yang memicu perubahan besar dalam hubungan Yuli dan Adit bermula saat perasaan Yuli terhadap Adit semakin berkembang di usia remajanya. Meski memiliki perasaan mendalam, Yuli memilih untuk terus menyimpan rasa itu karena ia percaya bahwa Adit mungkin merasakan hal yang sama. Keyakinan tersebut membuatnya enggan untuk mengungkapkan perasaan sebenarnya.
Namun, semuanya berubah ketika suatu hari di sekolah, Yuli melihat Adit didatangi oleh seorang gadis cantik. Gadis tersebut mengaku sebagai pacar Adit yang baru saja pindah dari kota ke daerah tempat tinggalnya agar bisa dekat dengan Adit. Mendengar pengakuan itu, Yuli terdiam, hatinya hancur seketika. Ia merasa tersakiti karena selama ini, dirinya berharap dan mencintai Adit sepenuh hati, hanya untuk mengetahui bahwa orang yang ia puja telah memiliki pacar sekaligus calon istri pilihan keluarganya.
Yuli, yang sedang bermain bersama Adit, tiba-tiba berlari meninggalkan permainan. Adit yang menyadari hal tersebut langsung berteriak, "Yuli, Yul! Kemana kamu? Kenapa kabur?" Namun, dalam pikirannya, Adit hanya mengira bahwa Yuli sedang terburu-buru ingin pergi ke toilet. Sebagai seseorang yang tidak memiliki perasaan khusus terhadap Yuli, Adit pun menganggap kejadian itu hal biasa dan tidak menaruh curiga apa-apa.
Keesokan harinya, Adit secara tidak sengaja bertemu Yuli di jalan. Ia mencoba menyapa, "Yuli, Yul!" Tetapi Yuli, seolah-olah tak mendengar atau melihat Adit, terus berjalan tanpa sedikit pun menoleh. Dalam hatinya, Yuli merasa kecewa terhadap sikap Adit sehingga ia memutuskan untuk menjaga jarak dari teman masa kecilnya itu.
Sesampainya di sekolah, Adit sengaja berdiri di gerbang untuk menunggu Yuli. Namun, ketika Yuli tiba dan melihat keberadaan Adit, ia justru langsung berbelok arah, seakan sengaja menghindar dari tatapan Adit. Merasa bingung dengan sikap Yuli yang berbeda dari biasanya, Adit memutuskan kembali ke kelas tanpa banyak berpikir.
Di kelas, Adit terlihat sedang berbincang akrab dengan pacarnya. Suasana mereka penuh tawa dan terlihat bahagia. Tanpa sengaja, momen itu disaksikan oleh Yuli yang sedang menuju kelasnya. Melihat pemandangan tersebut, Yuli langsung berpura-pura tak peduli dan menundukkan kepala. Saat Adit berusaha tersenyum ke arahnya, Yuli justru membuang muka, menandakan ia tak ingin lagi berhadapan dengannya.
Adit yang mulai menyadari perubahan sikap Yuli tak bisa berhenti memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Di kelas, Yuli yang biasanya ceria kini terlihat lebih pendiam dan serius selama proses belajar. Bahkan saat guru menjelaskan sekalipun, ia sama sekali tidak terlihat melontarkan candaan seperti biasanya. Sikap dingin dan ketidakpedulian Yuli semakin membuat Adit bertanya-tanya dalam hati: apa yang telah terjadi? Mengapa Yuli tiba-tiba berubah?
Semakin hari, Yuli semakin menjauh dan sama sekali tidak bisa ditemui. Setiap kali Adit mencoba mendekatinya, Yuli selalu pergi tanpa mau menjawab apapun yang dikatakan Adit. Pada suatu hari, Adit yang merasa bingung dengan sikap Yuli akhirnya menghampirinya, memegang tangan Yuli, lalu bertanya dengan nada tegas, mengapa Yuli berubah dan menjauh tanpa alasan yang jelas.
Namun, bukannya menjelaskan, Yuli malah melepaskan tangan Adit. Ia terus menghindarinya, hingga mereka tidak lagi berjalan bersama atau bermain seperti dulu. Pada akhirnya, keduanya berbicara kepada orang tua masing-masing dan mengungkapkan bahwa mereka tidak ingin lagi berteman ataupun bertemu.
Hal itu membuat kedua orang tua mereka kebingungan. Mereka tidak menyangka bahwa persahabatan yang sudah terjalin sejak lama berujung seperti ini. Kedua pihak orang tua mencoba mencari tahu apa penyebabnya, tetapi justru terjadi kesalahpahaman yang semakin memperburuk keadaan. Mereka merasa lebih baik jika anak-anak mereka berhenti berteman.
Sejak saat itu, Yuli dan Adit hampir tidak pernah bertemu lagi. Situasi makin rumit ketika Adit diketahui mulai dekat dengan pacarnya, yang membuat Yuli merasa semakin marah dan kecewa. Yuli bahkan merasa tidak nyaman berada di sekolah karena harus melihat Adit setiap hari. Pada akhirnya, ia meminta kepada orang tuanya untuk pindah sekolah agar bisa menjauh dari Adit.
Orang tua Yuli yang khawatir akan perasaan anaknya akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Pihak sekolah juga menyetujui kepindahannya. Ketika tiba saatnya berpamitan kepada teman-temannya di kelas saat jam pulang sekolah, kejadian itu disaksikan oleh Adit. Yuli meminta maaf dan berterima kasih kepada teman-temannya karena hari itu adalah hari terakhirnya belajar bersama mereka di sekolah tersebut. kejadian ini membuat Adit terkejut karena ia tidak tahu sebelumnya tentang kepindahan Yuli.
Adit semakin tak karuan saat mendengar kabar tersebut. Perasaan hancur karena kepergian Yuli begitu menghantuinya. Dia merasa seperti kehilangan sosok teman kecil yang selama ini selalu cerewet, perhatian, dan mengisi hari-harinya. Mengetahui bahwa Yuli akan pindah sekolah membuatnya semakin terpukul, seolah-olah Yuli sebenci itu padanya hingga memilih pergi menjauh. Adit pun kehilangan fokus di sekolah dan hatinya terasa kosong.
Keadaan terus memburuk hingga Adit jatuh sakit akibat rasa kehilangan yang begitu mendalam terhadap Yuli, teman kecilnya itu. Bahkan, Adit sampai tak mau makan, tubuhnya makin kurus, dan ia harus absen lama dari sekolah. Kabar ini pun akhirnya sampai ke telinga Yuli ketika orang tuanya diberitahu tentang kondisi Adit yang memburuk. Melihat keadaan ini, orang tua Yuli menyarankannya untuk menjenguk Adit agar meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka. Bagaimanapun juga, Yuli dan Adit telah berteman sejak kecil.
Meskipun awalnya sempat menolak, Yuli memilih untuk mengikuti saran tersebut. Bersama ibunya, Yuli mengunjungi rumah Adit. Suasana di rumah sempat canggung karena orang tua Adit dan ibu Yuli terlibat kesalahpahaman. Namun, mereka akhirnya saling memaafkan dan kembali menjalin hubungan baik sebagai orang tua dari dua sahabat kecil.
Ketika Yuli memasuki kamar Adit, ia terkejut melihat kondisi temannya yang sudah sangat lemah dan kurus hingga tak bisa berjalan. Perasaan bersalah menghantamnya seketika. Melihat Yuli, Adit perlahan membuka mata dan dengan sisa tenaganya mencoba duduk. Dengan nada pelan, ia berkata, "Yul... aku kangen... sudah jangan musuhan lagi. Jangan jauhi aku. Aku merasa tak punya siapa-siapa sejak kamu menjauh." Air matanya mengalir saat ia menatap wajah Yuli.
Yuli pun tak kuasa menahan tangis. Ia menangis tersedu-sedu sambil berkata, "Maafkan aku, Dit... Aku egois. Aku yang telah membuatmu seperti ini. Aku cuma memikirkan diriku sendiri tanpa mengingat persahabatan kita."
Adit yang lemah tetap berusaha menguatkan diri untuk memeluk Yuli erat. "Aku merasa tenang kalau kamu ada, seperti punya kakak yang selalu menjaga dan memperhatikanku," ungkapnya dengan jujur.
Mendengar itu, Yuli tersadar bahwa Adit hanya menganggapnya sebagai seorang kakak, bukan seseorang dengan perasaan romantis seperti yang mungkin ia harapkan. Namun, meski begitu, rasa persahabatan lebih berarti baginya. Ia meminta maaf kepada Adit atas semua sikapnya di masa lalu dan berjanji untuk tidak lagi meninggalkan atau menjauhinya meski Adit berbuat salah sekalipun.
Melihat ketulusan Yuli, hati Adit kembali hangat. Ia tersenyum bahagia untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Dengan penuh semangat, Adit mulai mau makan lagi, tubuhnya perlahan membaik, dan kesehatan fisiknya pun pulih seperti sedia kala. Kebahagiaan itu kembali menyelimuti kedua sahabat kecil ini, seolah tak ada lagi jarak yang memisahkan mereka.
