Asal Usul Tuyul

Asal Usul Tuyul


Ada sebuah kisah menarik yang dulunya sempat menjadi bahan perbincangan, namun hingga kini masih banyak yang belum mengetahuinya. Kisah ini awalnya dihembuskan sebagai bagian dari mitos setempat, tetapi dengan cepat ditampik oleh mayoritas orang sebagai cerita fiktif belaka. Meski demikian, rasa penasaran akan kebenarannya terus bertahan, membuat banyak orang tergoda untuk mengungkapnya. Namun, sebelum semua itu bisa digali lebih jauh, kisah tersebut malah terkubur bersama keheningan, menjelma menjadi rahasia yang tak terungkap.

Hingga suatu hari, peristiwa tak terduga yang terkait dengan cerita itu kembali mengejutkan. Kejadian tersebut mengguncang banyak orang, menebarkan rasa gelisah dan ketakutan. Sosok yang disebut-sebut dalam kisah itu seolah muncul menyeruak ke tengah masyarakat, menciptakan kekhawatiran yang mencekam.

Semua ini bermula dari sebuah keluarga sederhana yang unik dengan jumlah anak luar biasa. Pasangan suami istri tersebut tergolong kurang mampu namun dianugerahi buah hati tanpa henti nyaris setiap tahun. Tidak tanggung-tanggung, mereka memiliki hingga 20 orang anak! Kondisi ini membuat kedua orang tua tersebut kewalahan menghadapi tekanan kehidupan, terutama karena kesulitan finansial bahkan sekadar menyediakan makanan sehari-hari terasa menjadi perjuangan berat.

Kerap kali mereka berusaha meminta bantuan dari para tetangga, namun sayang, bukannya uluran tangan yang diterima, mereka justru mendapat cacian dan hinaan. Tetangga mereka mencibir keluarga itu karena dianggap tidak bijak dengan jumlah anak yang terus bertambah di tengah kondisi serba sulit. Perkataan menyakitkan seperti itu lama-kelamaan membekas di hati kedua orang tua tersebut, memupuk rasa sakit hati hingga dendam yang mendalam terhadap lingkungan sekitar.

Suatu hari, sang ayah, yang bernama Joyo, merasa tak tahan dengan keadaan. Ia berpamitan kepada istrinya dan anak-anaknya, mengatakan bahwa ia akan mencoba mengadu nasib ke kota besar untuk mencari pekerjaan. Dengan penuh harap agar kehidupan mereka dapat berubah dan martabatnya tidak lagi direndahkan, ia memutuskan berangkat. Sang istri hanya bisa merelakan kepergian suaminya demi kemungkinan perbaikan hidup mereka semua. Sebelum berangkat, Joyo memberikan doa dan pesan penyemangat kepada 20 anaknya yang masih kecil-kecil, meninggalkan mereka dengan harapan agar keberangkatannya bisa membawa secercah perubahan bagi keluarga yang selama ini terbelenggu kesulitan.

Joyo, dengan hati yang penuh kesedihan, merasa tak tega meninggalkan istri dan anak-anaknya. Namun, keadaan memaksanya untuk pergi dan mencari pekerjaan. Tanpa banyak kata, Joyo berpamitan dan segera melangkahkan kaki demi mengubah nasib. Hidup di pegunungan membuatnya hanya bisa berjalan kaki menuju kota, melewati hutan-hutan yang lebat dan sunyi.

Dengan keyakinan yang teguh, Joyo terus melangkah demi masa depan keluarganya. Setelah menempuh perjalanan jauh, ia akhirnya memasuki sebuah hutan yang rimbun, sepi, dan penuh misteri. Di tengah keseriusan dan semangatnya berjalan, sebuah suara tiba-tiba terdengar, memanggil namanya, "Joyo... joyooo..." Suara itu membuatnya terhenti mendadak.

Joyo menoleh ke kanan dan ke kiri, bingung mencari sumber suara tersebut. Dalam hatinya, ia berkata, "Sepertinya tadi ada yang memanggil namaku... tapi siapa? Tidak ada seorang pun di sini." Merasa lelah setelah perjalanan panjang, Joyo menganggap suara itu hanyalah halusinasinya saja. Ia pun melanjutkan langkahnya tanpa berpikir lebih jauh.

Namun, tak lama kemudian, suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas. "Joyo... Joyo... kemarilah..." Suara tersebut menggema di antara pepohonan. Langkah Joyo spontan terhenti. Ia menengok sekeliling lagi, tubuhnya kaku sekaligus berdebar. Dengan keberanian yang tersisa, ia menjawab, "Siapa kamu? Kenapa memanggil namaku?" tanyanya dengan nada tegang.

Suara itu kembali bergema, kali ini terdengar lebih dalam dan mengintimidasi. "Mendekatlah... wahai anak muda! Kau ingin keluargamu bahagia, bukan? Anak-anakmu tidak perlu lagi menderita dalam kemiskinan. Aku akan membantumu!"

Kata-kata itu membuat Joyo makin penasaran. Ia mulai mencari sumber suara tersebut, matanya menyapu seluruh penjuru hutan. Langkahnya membawanya mendekati sebuah pohon besar yang menjulang tinggi dan tampak tua. Dari sanalah suara itu berasal. Dengan keheranan bercampur rasa takut, Joyo berkata pelan pada dirinya sendiri, "Apa... pohon ini yang bicara padaku? Bagaimana mungkin ia tahu aku sedang kesusahan?"

Rasa penasarannya yang semakin besar membuat Joyo memberanikan diri untuk mendekat dan mencari tahu dalang di balik suara misterius itu. Hatinya gelisah, tetapi tekadnya untuk menemukan jawabannya tak tergoyahkan.

Aku akan membantumu menjadi kaya raya, dan kamu tidak akan lagi merasakan kesulitan dalam keuangan. Kamu dan istrimu tidak akan lagi menderita dengan apa yang kalian miliki, ucap pohon besar itu.

Joyo, yang telah lama kehilangan arah dan begitu percaya pada janji tersebut, akhirnya memutuskan untuk memohon pertolongan kepada sosok pohon besar itu. Lalu, apa yang harus aku lakukan jika aku ingin menjadi kaya tanpa perlu bekerja? tanyanya penuh dendam.

Hahaha, kamu hanya perlu mengikuti keinginanku, dan kekayaanmu tak akan pernah habis. Namun, semua itu ada syaratnya, ujar pohon besar tersebut dengan nada tegas.

Joyo, yang sudah dirasuki keyakinan dan amarah terhadap kehidupan sebelumnya, akhirnya setuju untuk menuruti kemauan pohon besar itu. Apa syaratnya? Aku akan melakukan apa pun, asalkan aku dan istriku tidak lagi hidup dalam kemiskinan, ucap Joyo mantap.

Akhirnya, Joyo dan pohon besar itu membuat sebuah perjanjian. Dengan tekad kuat, Joyo menyetujui persyaratan yang diajukan. Setelah mendengar syarat yang diminta pohon itu, Joyo memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Keyakinannya yang telah terbentuk dari janji pohon tua tersebut membuatnya urung mencari pekerjaan di kota. Ia percaya bahwa tanpa bekerja sekalipun, kekayaan besar akan datang padanya begitu ia kembali ke rumah.

Setibanya Joyo di rumah, istrinya terlihat kebingungan. Mas, kok sudah pulang? Apa mas sudah mendapat pekerjaan? tanya istrinya penuh heran.

Iya, bu. Aku sudah dapat pekerjaan! sahut Joyo dengan nada datar.

Tapi perasaan kamu cepat sekali pergi ke kota lalu pulang lagi. Apa mas naik kendaraan? istrinya terus bertanya-tanya dengan wajah penuh rasa penasaran.

Pada saat itu, Joyo yang membuka tasnya langsung dilanda kebingungan dan keterkejutan. Benar saja, uang dalam jumlah besar yang baru saja dia temukan di dalam tasnya benar-benar ada di tangannya. Namun, perasaannya itu dia sembunyikan agar istrinya tidak mencurigainya, berpura-pura seolah dia sudah mengetahui hal tersebut sejak awal.

Istrinya yang terus bertanya dengan rasa penasaran akhirnya diberi uang itu oleh Joyo. Dengan santai dia mengatakan, "Ini, pakai uang ini untuk belanja dan kebutuhan anak-anak." Dia menyerahkan segepok uang tanpa banyak komentar.

Melihat jumlah uang yang begitu banyak, istrinya terkejut dan kebingungan. "Mas, ini uang apa? Dari mana uang sebanyak ini, Mas?" suara istrinya terdengar gemetar penuh rasa penasaran. Namun Joyo, yang tidak siap dengan pertanyaan itu, akhirnya terpaksa berbohong untuk menenangkan istrinya agar tidak takut atau bingung.

"Ini uang kita, Bu. Aku tadi dapat pekerjaan, dan bosku langsung memberiku gaji pertama karena dia kasihan melihat kita punya banyak anak," ujarnya terbata-bata dengan wajah agak tegang.

Meskipun aneh, sang istri yang merasa senang akhirnya menerima uang tersebut. Segera setelah itu, dia menggunakannya untuk membeli kebutuhan anak-anak mereka. Kehidupan keluarga mereka pun mulai berubah; anak-anak sudah tidak lagi kekurangan makanan atau kebutuhan lainnya.

Namun, seiring waktu berlalu, kemewahan yang dinikmati keluarganya membawa keanehan sendiri. Anak-anak mereka justru kerap jatuh sakit meskipun sudah mendapatkan makanan bergizi. Kekhawatiran terus menghantui sang istri hingga dia beberapa kali membawa anak-anaknya ke rumah sakit. Anehnya, suatu hari salah satu anak mereka meninggal tanpa sebab yang jelas. Hal ini membuat istrinya sangat terpukul dan berduka karena kehilangan buah hatinya tanpa tahu penyebab kematiannya.

Dari dua puluh anak mereka, jumlahnya terus berkurang seiring waktu hingga hanya tersisa sepuluh orang. Anak-anak mereka meninggal satu per satu karena penyakit misterius yang tak teridentifikasi. Sang istri mulai merasa heran, sedih, sekaligus curiga karena suaminya terlihat begitu tenang setiap kali ada anaknya yang meninggal dunia.

Kecurigaan semakin besar ketika sang istri kerap melihat sosok misterius datang ke rumah setiap kali salah satu anak mereka meninggal. Yang membuatnya semakin aneh, sosok itu selalu berupa anak kecil dengan penampilan mirip anak-anak mereka yang telah meninggal sebelumnya. Namun, setiap kali dia menyampaikan apa yang dilihatnya kepada Joyo, suaminya seolah tak percaya dan mengabaikan ceritanya begitu saja.

Selain itu, fakta bahwa mereka kini semakin kaya membuat istrinya semakin bingung. Suaminya tidak bekerja tetapi harta mereka terus bertambah dengan cepat. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya langsung kepada suaminya.

"Mas... mas... bangun! Aku mau bicara," ucap istrinya yang membangunkan Joyo dari tidurnya dengan nada tegas. Namun suaminya tak kunjung terbangun hingga dia mulai membangunkannya dengan lebih keras.

"Mas, bangun! Mas, kamu kenapa sih? Kamu santai-santai saja melihat anak-anak kita meninggal tanpa alasan yang jelas! Aku lihat kamu juga tidak pernah sedih atau merasa kehilangan anak kita. Apa jangan-jangan semua ini ada hubungannya sama kamu?" ujar istrinya penuh emosi.

Setelah mendengar kata-kata istrinya, Joyo bangun dari tidurnya dengan wajah kesal. Dia langsung menjawab dengan nada tinggi.

"Apa-apaan kamu bilang begitu? Anak-anak meninggal karena takdir. Itu salahmu sebagai ibunya! Kamu nggak becus menjaga mereka sampai-sampai tidak tahu kalau mereka sakit!" ucap Joyo sambil memandang tajam istrinya.

Mendengar tuduhan itu, istrinya menangis tersedu-sedu. Dia merasa disalahkan dan terluka oleh ucapan suaminya. Dengan hati yang penuh amarah dan sedih, dia meninggalkan kamar tanpa berkata sepatah kata pun lagi.

Keesokan paginya, salah satu anak mereka kembali jatuh sakit. Sang ibu panik melihat darah keluar dari mulut dan hidung anaknya. Ketakutannya semakin menjadi-jadi karena ia khawatir akan kehilangan anaknya lagi seperti kejadian sebelumnya. Pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya, sementara rahasia gelap suaminya masih menyelimuti kehidupan mereka.

Dalam sebuah desa kecil, seorang ibu dengan penuh harapan membawa anaknya ke berbagai tempat untuk mencari pengobatan. Mulai dari rumah sakit hingga orang pintar, segala usaha telah dilakukan demi kesembuhan sang anak. Namun, kondisi anak itu tak kunjung membaik. Dalam keputusasaannya, ia meminta suaminya, Joyo, untuk membawa anak mereka ke rumah sakit besar di kota.

"Mas, tolong... Anak kita sakit. Aku sudah bawa dia ke mana-mana, tapi tidak ada hasil. Aku mohon, bawa dia ke kota ke rumah sakit besar. Jangan biarkan anak kita mengalami nasib yang sama seperti anak-anak kita yang lain," ucap istrinya sambil menangis memohon.

Namun, respons Joyo sungguh mengecewakan. Dengan nada santai sekaligus dingin, ia hanya berkata, "Iya nanti, aku lagi sibuk sekarang."

Sikap acuh tak acuh Joyo membuat istrinya benar-benar merasa patah hati. Suaminya dulu adalah pria yang begitu menyayangi keluarga. Namun sejak kekayaan melimpah hadir dalam hidup mereka, Joyo berubah menjadi lelaki yang hanya peduli pada hartanya. Merasa tak kuat lagi menghadapi suaminya yang egois, istrinya memutuskan untuk pergi bersama anak-anak mereka ke rumah orang tuanya demi mendapatkan perlindungan dan bantuan.

Di rumah orang tuanya, sang istri menceritakan semua masalah yang sedang dihadapinya. Ibunya yang mendengar cerita itu merasa marah sekaligus bingung dengan kelakuan Joyo. Mereka pun memutuskan untuk pergi menemui seseorang yang dikenal sebagai orang pintar di kampung tersebut, dengan harapan dapat menemukan jawaban atas penderitaan anaknya.

Setelah mendengar cerita dari istri Joyo, orang pintar itu tanpa ragu menjelaskan bahwa sang suami telah membuat perjanjian kelam dengan makhluk tak kasat mata. Makhluk itu memberikan kekayaan kepada Joyo, namun dengan syarat nyawa anak-anaknya dijadikan tumbal dan diubah menjadi tuyul untuk mengumpulkan uang bagi Joyo.

Mendengar penjelasan itu membuat istri Joyo dan orang tuanya sangat terkejut. Apalagi saat orang pintar tersebut memperlihatkan keadaan di bak air—sosok-sosok kecil menyerupai anak-anak yang telah meninggal tampak diperbudak oleh jin untuk mencuri uang demi memenuhi hasrat duniawi Joyo.

Kekecewaan mendalam dirasakan oleh istri Joyo. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa nyawa anak-anaknya dikorbankan hanya demi harta. Akhirnya, ia meminta bantuan orang pintar itu untuk menghentikan semuanya dan membuat Joyo merasakan akibat dari perbuatannya sendiri. Sang istri diminta untuk tidak kembali ke rumah suaminya dan tidak menggunakan satu pun harta dari hasil perjanjian kelam tersebut—agar makhluk itu mengambil nyawa Joyo sebagai pengganti tumbalnya.

Tanpa rasa curiga, Joyo tetap menjalani hidupnya seperti biasa meski istri dan anak-anaknya tak kunjung pulang. Ia berpikir mereka pada akhirnya akan kembali karena tergoda dengan hartanya. Namun, ketika hari penyerahan tumbal tiba dan keluarganya masih belum kembali, rasa panik mulai menghantui Joyo. Ia pun pergi ke rumah mertuanya untuk menjemput mereka. Di sana, ia mendapatkan kabar bahwa keluarga istrinya telah pergi sejak malam sebelumnya dan tidak ada yang tahu ke mana mereka pergi.

Dalam kebingungannya, malam itu menjadi momen terburuk bagi Joyo. Suara bergema dari makhluk yang menjadi bagian dari perjanjiannya muncul, memperingatkan bahwa jika Joyo gagal menyerahkan tumbal, maka ia sendiri harus menjadi gantinya. Ketakutan luar biasa menggerogoti hatinya. Dalam keadaan kalut, ia mencoba melarikan diri dari rumah.

Namun malang tak dapat dielakkan. Saat berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa, langkahnya terpeleset hingga ia terjatuh dari lantai atas rumahnya. Ia tewas seketika di tempat kejadian. Tidak berhenti sampai di situ, sosok makhluk gaib tersebut menampakkan diri dan segera mengambil tubuh Joyo sebagai tumbal pengganti yang sudah disepakati sebelumnya.

Kekayaan yang selama ini diperjuangkan oleh Joyo ternyata menjadi harta yang hanya teronggok sia-sia. Istri dan anak-anaknya memilih tidak peduli sedikit pun dengan hartanya. Mereka bahkan tidak ingin kembali untuk menguburkan jenazah Joyo. Rasa sakit hati terlalu dalam bagi istrinya karena harus kehilangan anak-anak akibat keserakahan sang suami.

Hanya kehancuran yang tersisa dari apa yang dulu dianggap sebagai hidup penuh kemewahan. Pelajaran pahit
Load comments