Teror Korban Tenggelam
Cerpen MisteriAda sebuah kisah tentang seorang pria yang sangat menyukai hobi memancing di sungai. Setiap waktu luangnya dihabiskan dengan mencari sungai-sungai yang diyakininya penuh dengan ikan. Ia begitu menikmati kegiatannya sehingga tidak pernah merasa lelah atau takut, bahkan terlalu asyik hingga sering lupa waktu. Tak jarang, ia tidak pulang ketika sedang memancing, menyusuri sungai-sungai demi memenuhi hasratnya terhadap hobi tersebut.
Namun, kebiasaannya ini membuat istrinya merasa khawatir. Istri pria tersebut tidak suka melihat suaminya sering lupa waktu saat memancing, apalagi pergi ke sungai-sungai yang lokasinya tidak diketahui. Ia kerap melarang suaminya untuk terus-menerus menjalankan hobinya yang dianggapnya berisiko.
Kondisi ini menimbulkan konflik dalam rumah tangga mereka. Istrinya merasa bahwa kegiatan memancing suaminya terlalu berlebihan dan mulai membahayakan kesehatan serta keselamatannya. Ia bahkan menyarankan agar suaminya mencoba hobi lain yang lebih aman dan tidak berisiko.
Sayangnya, nasihat dan larangan istrinya seolah hanya angin lalu bagi sang suami. Baginya, memancing sudah menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan, seperti candu yang mengikatnya untuk terus mencari sungai-sungai baru. Merasa lelah karena usahanya selalu sia-sia, istrinya akhirnya pasrah. Ia tidak lagi menegur atau melarang suaminya setiap kali pria tersebut memutuskan untuk kembali pergi memancing.
Seorang pria bernama Heri adalah sosok yang sulit mendengarkan ucapan istrinya, bahkan jarang memperhatikan dirinya sendiri. Ia terus menjalani hobinya tanpa rasa lelah ataupun khawatir tentang risiko yang mungkin terjadi padanya. Setiap hari, Heri pergi memancing sendirian ke tempat yang ia pilih tanpa meminta seorang pun untuk menemaninya.
Bagi Heri, kesendirian saat memancing memberikan kebahagiaan tersendiri. Ia tidak suka ditemani karena merasa kehadiran orang lain bisa mengganggu fokusnya. Oleh karena itu, ia selalu memilih pergi memancing seorang diri.
Suatu sore, Heri memutuskan pergi ke sebuah sungai yang menurutnya memiliki banyak ikan dan cocok untuk lokasi memancing. Seperti biasa, ia bersiap-siap sendiri tanpa ditemani siapa pun. Istrinya, yang menyadari Heri akan pergi, mencoba menegurnya, "Mas, kamu mau memancing lagi?"
"Iya. Kenapa? Kok tumben tanya?" jawab Heri singkat.
"Mas, kamu nggak capek memancing terus? Apa nggak kepikiran buat istirahat di rumah sehari aja pas kamu libur kerja?" tanya istrinya dengan nada memelas.
"Ah, nggak kok. Aku mancing cuma buat hilangin rasa jenuh aja, lagi pula aku nggak akan lama. Nanti juga pasti pulang," sahut Heri santai.
Setelah mendengar jawaban tersebut, istrinya akhirnya mengizinkan Heri berangkat, meski masih merasa khawatir. Dengan perasaan lega, Heri segera menuju sungai sendirian. Kali ini, ia merasa sungai yang ditujunya berbeda dari sungai-sungai lain yang pernah ia kunjungi sebelumnya.
Sungai itu terasa istimewa di matanya karena tampak dipenuhi ikan, seolah-olah tak ada orang yang pernah memancing di sana sebelumnya. Namun begitu, Heri tidak merasa takut atau curiga. Ia langsung mencari tempat yang nyaman untuk duduk dan mulai melemparkan kail pancingnya dengan penuh antusiasme.
Tak butuh waktu lama, kail yang baru saja dilempar Heri langsung mendapatkan sambaran. Ia segera menarik hasil tangkapannya dengan penuh semangat. Heri merasa bahwa kali ini ia benar-benar tidak salah memilih tempat memancing. Sungai tersebut ternyata dipenuhi ikan, membuatnya semakin puas. Karena terlalu asyik, Heri tak menyadari waktu yang terus berjalan.
Ia lupa akan janjinya kepada sang istri bahwa ia tidak akan bermalam di sungai dan akan pulang tepat waktu. Kebahagiaan Heri karena hasil tangkapannya membuatnya terlena hingga lupa pada janji yang ia ucapkan sore tadi. Malam pun tiba, tetapi ikan yang ia dapatkan terus bertambah banyak, membuat Heri semakin kecanduan untuk terus memancing, hingga ia tak memedulikan waktu lagi.
Sementara itu, istrinya di rumah masih menunggu kepulangan Heri dengan perasaan cemas. Ia terus berharap suaminya segera pulang sesuai dengan janjinya. Namun, hingga larut malam, Heri tak kunjung tiba di rumah.
Heri yang sedang menikmati banyaknya ikan yang berhasil dipancing tak menyadari sudah tengah malam. Di tengah keasyikannya, tiba-tiba datang dua orang laki-laki yang melintas di dekat tempatnya memancing. Heri mengira mereka juga pemancing seperti dirinya. Kedua laki-laki tersebut duduk tak jauh dari posisi Heri.
Melihat keberadaan mereka, Heri menyapa dengan ramah. "Mas, mancing juga ya?" tanyanya. Namun, tak ada jawaban dari kedua orang tadi. Mereka hanya terdiam, seolah-olah tak mendengar sapaan Heri. Berpikir bahwa mungkin mereka tidak mendengar, Heri mencoba bertanya lagi dengan nada lebih jelas.
"Mas, mancing juga ya? Sudah dapat ikan belum?" tanya Heri sekali lagi.
Akhirnya, salah satu dari mereka menjawab, meski tetap tidak menoleh ke arah Heri. Tubuh mereka terbalut jaket dengan rapat sehingga wajah mereka tak terlihat jelas oleh Heri. "Iya, mancing... Sudah dapat ikan, tapi lepas," ujar salah satu dari mereka sambil menunduk.
Tanpa berpikir panjang, Heri menjawab dengan nada riang, "Wah, kok bisa lepas? Sayang sekali ya! Sudah capek-capek memancing tapi terlepas ikannya. Kalau begitu, nanti saja ambil ikan-ikan saya, sudah dapat banyak kok," katanya sambil tersenyum.
Namun, kedua orang itu kembali terdiam tanpa merespon ucapan Heri. Merasa percakapan selesai, Heri pun kembali fokus pada aktivitas memancingnya. Tak butuh waktu lama, kail yang ia lempar kembali disambar ikan. Ia menarik ikan itu dengan penuh rasa senang.
Di sisi lain, Heri memperhatikan kedua orang tersebut yang sepertinya tidak berhasil mendapatkan satu ikan pun sejak tadi. Hal ini membuat Heri heran, mengingat lokasi memancing tersebut sebenarnya sangat ramai ikan untuk disambar kail siapa saja.
Heri yang merasa ada sesuatu yang ganjil akhirnya mendekati seorang laki-laki di tepi sungai untuk melihat apa umpan yang digunakan dalam memancing. Meski berada di sungai yang sama, Heri merasa aneh karena laki-laki tersebut tampak berhasil menangkap ikan, sementara ia dan teman-temannya tak mendapatkan satu pun. Hal itu membuatnya penasaran.
Ketika Heri mendekat, ia akhirnya melihat bahwa umpan yang digunakan laki-laki itu adalah belatung. Ia segera memberikan saran agar laki-laki tersebut mengganti umpannya dengan sesuatu yang lain. Namun seketika, kaget kembali menghampiri Heri saat melihat sosok laki-laki itu lebih jelas. Tubuhnya tampak pucat, dan jari-jarinya seperti tidak dialiri darah. Rasa takut mulai menjalari Heri, tetapi ia tetap memberanikan diri bertanya untuk memastikan bahwa orang itu memang manusia biasa.
Namun hal tak terduga terjadi. Ketika Heri hendak bertanya, kedua laki-laki tersebut berbalik dan menampakkan wajah mereka. Pemandangan itu langsung membuat Heri menjerit ketakutan. Wajah mereka sangat menyeramkan, dan Heri segera menyadari bahwa mereka bukan manusia, tetapi makhluk lain. Tanpa pikir panjang, Heri langsung kabur dari tempat itu, meninggalkan segala peralatan pancingnya.
Heri berlari sekencang mungkin tanpa menoleh ke belakang hingga akhirnya tiba di daerah dekat rumahnya. Ia bertemu beberapa teman yang sedang nongkrong di warung tidak jauh dari rumah. Dengan napas terengah-engah dan tubuh penuh keringat, Heri mencoba menenangkan diri di sana.
Teman-temannya yang melihat kondisi Heri pun merasa khawatir. Salah seorang bertanya, "Kenapa kamu kelihatan ketakutan begitu, Her?"
Heri menjawab dengan gugup, "Tadi aku di sungai… aku bertemu setan waktu memancing!"
Kaget, temannya bertanya lagi, "Setan? Di mana? Kamu memancing di sungai mana?"
"Di sungai dekat jembatan tua itu!" jawab Heri dengan suara bergetar.
Mendengar jawaban Heri, raut wajah temannya berubah cemas. Ia tampak panik seolah mengetahui sesuatu tentang tempat tersebut. Setelah terdiam sejenak, temannya pun memberitahu Heri bahwa lokasi itu memang terkenal angker. Dulu, ada seseorang yang tenggelam di sana ketika sedang memancing, dan sejak kejadian itu banyak orang mengalami teror dari arwah korban tersebut. Karena itulah, tempat itu kini ditinggalkan dan tidak ada seorangpun yang berani datang ke sana.
Penjelasan tersebut membuat Heri semakin takut. Trauma akan kejadian itu membuatnya berhenti total dari kegiatan memancing, hobi yang sangat ia sukai sebelumnya. Kini, Heri lebih memilih menghabiskan waktu di rumah bersama istrinya dan tidak pernah kembali ke sungai, terlebih memancing, sepanjang hidupnya.
